Di Indonesia banyak sekali satwa-satwa yang unik dan langka . Tapi tahukah anda bahwa ada hewan di Indonesia yang sudah punah. Untuk mengetahui hewan apa sajaa yang sudah punah, lihat dibawah.
1. Harimau Jawa
Harimau Jawa atau Java Tiger (Panthera tigris sondaica) adalah jenis harimau yang hidup di pulau Jawa. Harimau ini dinyatakan punah pada tahun 1980-an, akibat perburuan dan perkembangan lahan pertanian yang mengurangi habitat binatang ini secara drastis. Walaupun begitu, ada juga kemungkinan kepunahan ini terjadi di sekitar tahun 1950-anketika diperkirakan
hanya tinggal 25 ekor jenis harimau ini di habitatnya. Terakhir kali ada sinyalemen keberadaan Harimau Jawa ialah di tahun 1972. Di tahun 1979, ada tanda-tanda bahwa tinggal 3 ekor harimau hidup di pulau Jawa. Walaupun begitu, ada kemungkinan kecil binatang ini belum punah. Di tahun 1990-an ada beberapa laporan tentang keberadaan hewan ini, walaupun hal ini tidak bisa diverifikasi.
Harimau Jawa berukuran kecil dibandingkan jenis- jenis harimau lain. Harimau jantan mempunyai berat 100-141 kg dan panjangnya kira-kira 2.43 meter. Betina berbobot lebih ringan, yaitu 75-115 kg dan sedikit lebih pendek dari jenis jantan.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Mamalia. Ordo: Carnivora. Famili: Felidae. Genus: Panthera. Spesies: Panthera tigris. Upaspesies: Panthera tigris sondaica. Nama trinomial: Panthera tigris sondaica. (Temminck, 1844)
2. Harimau Bali
Harimau Bali (Panthera tigris balica) adalah subspesies harimau yang sudah punah dan pernah mendiami pulau Bali, Indonesia.Harimau ini adalah salah satu dari tiga sub-spesies harimau di Indonesia bersama dengan harimau Jawa (juga telah punah) dan harimau Sumatera (spesies terancam).
Harimau ini adalah harimau terkecil dari ketiga sub-spesies; harimau terakhir ditembak pada tahun 1925, dan sub-spesies ini dinyatakan punah pada tanggal 27 September 1937. Sub-spesies ini punah karena kehilangan habitat dan perburuan.
Sangat disayangkan sekali hewan langka seperti diatas masih diburu oleh manusia ,dan khirnya punah juga :).
1. Pesut Mahakam
Pesut Mahakam (Latin:Orcaella brevirostris) adalah sejenis hewan mamalia yang sering disebut lumba-lumba air tawar yang hampir punah karena berdasarkan data tahun 2007, Pesut Mahakam tinggal 50 ekor saja dan menempati urutan tertinggi satwa Indonesia yang terancam punah.
Tidak seperti mamalia air lain yakni lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut, Pesut Mahakam hidup di sungai-sungai daerah tropis. Populasi satwa langka yang dilindungi Undang-Undang ini hanya terdapat pada tiga lokasi di dunia yakni Sungai Mahakam, Sungai Mekong, dan Sungai Irawady. Namun, diberitakan bahwa pesut di Mekong dan Sungai Irrawaddy sudah punah.
Dahulu pesut pernah ditemukan di banyak muara-muara sungai di Kalimantan, tetapi sekarang pesut menjadi satwa langka. Kecuali di sungai Mahakam, di tempat ini habitat Pesut Mahakam dapat ditemukan ratusan kilometer dari lautan yakni di wilayah kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Habitat hewan pemangsa ikan dan udang air tawar ini dapat dijumpai di perairan Sungai Mahakam, Danau Jempang (15.000 Ha), Danau Semayang (13.000 Ha) dan Danau Melintang (11.000Ha). Pesut mempunyai kepala berbentuk bulat (seperti umbi) dengan kedua matanya yang kecil (mungkin merupakan adaptasi terhadap air yang berlumpur).
Tubuh Pesut berwarna abu-abu sampai wulung tua, lebih pucat dibagian bawah - tidak ada pola khas. Sirip punggung kecil dan membundar di belakang pertengahan punggung. Dahi tinggi dan membundar; tidak ada paruh. Sirip dada lebar membundar. Pesut bergerak dalam kawanan kecil. Walaupun pandangannya tidak begitu tajam dan kenyataan bahwa pesut hidup dalam air yang mengandung lumpur, namun pesut merupakan 'pakar' dalam mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan. Barangkali mereka menggunakan ultrasonik untuk melakukan lokasi gema seperti yang dilakukan oleh kerabatnya di laut.
Populasi hewan ini terus menyusut akibat habitatnya terganggu, terutama makin sibuknya lalu-lintas perairan Sungai Mahakam, serta tingginya tingkat erosi dan pendangkalan sungai akibat pengelolaan hutan di sekitarnya. Kelestarian Pesut Mahakam juga diperkirakan terancam akibat terbatasnya bahan makanan berupa udang dan ikan, karena harus bersaing dengan para nelayan di sepanjang Sungai Mahakam.
2. Mentok Rimba
Mentok Rimba atau dalam bahasa ilmiahnya Cairina scutulata bisa dikatakan sebagai jenis
bebek paling langka di dunia. Populasinya di seluruh dunia sangat langka, diperkirakan
hanya tersisa sekitar 1000 ekor. Sekitar 150 ekor terdapat di Taman Nasional Way Kambas, salah satu habitat Mentok Hutan yang tersisa di Indonesia.
Mentok Rimba dikenal juga sebagai Mentok Hutan, Serati, Bebek Hutan atau Angsa Hutan
dan dalam bahasa inggris dikenal sebagai White-winged Wood Duck. Spesies ini
termasuk salah satu burung air dari suku Anatidae (bebek).
Mentok Rimba (Cairina scutulata) nyaris mirip dengan spesies Bebek Manila (Cairina
moschata) yang sering dipelihara. Mentok berukuran besar antara 66-75 cm. Bentuknya
hampir menyerupai bebek. Warna bulunya gelap dan kepala serta lehernya keputih- putihan. Penutup sayap kecil putih, penutup sayap tengah dan spekulum abu-abu biru.
Mentok Rimba berhabitat di lahan basah yang dekat dengan rawa-rawa. Burung jenis ini
suka sekali bersembunyi di siang hari dan pada malam hari mereka juga dapat aktif mencari makan sendiri, berpasangan, maupun berkelompok 6-8 ekor.
Karena hidupnya di lahan basah (air), maka pembangunan listrik tenaga air dan polusi
manusia menjadi ancaman terbesar bagi mereka. Selain itu, penurunan polulasinya juga diakibatkan oleh kerusakan, degradasi, dan gangguan habitatnya termasuk kehilangan koridor hutan di tepi sungai.
Polulasinya yang tinggal sedikit ini sangat beresiko terhadap kepunahan.
Habitat Mentok Rimba tersisa di Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, Myanmar, Indonesia,
India, dan Bangladesh dengan jumlah populasi tidak mencapai 1000 ekor. Di Indonesia,
semula Mentok Rimba ini dapat dijumpai di Jawa dan Sumatera, namun kini bebek jenis ini telah punah di Jawa. Sedangkan di Sumatera diperkirakan hanya bertahan di Taman Nasional Way Kambas dengan populasi sekitar 150 ekor.
Jumlah populasi dan penyebarannya menjadikan IUCN Redlist memasukkan Mentok Rimba dalam kategori Endangered (EN / Genting) yang berarti terancam kepunahan . Status ini sama persis seperti yang disandang oleh Burung Maleo.
3. Burung Maleo
burung maleo yang dalam nama ilmiahnya macrocephalon maleo adalah sejenis burung
yang berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55cm. Burung maleo adalah satwa endemik sulawesi, artinya hanya bias ditemukan hidup dan berkembang di pulau sulawesi, indonesia. Selain langka, burung ini ternyata unik karena anti poligami. Selain sebagai satwa endemik burung maleo (macrocephalon maleo) ini yang mulai langka dan dilindungi ini juga merupakan burung yang unik. Keunikannya mulai dari struktur tubuh, habitat, hingga tingkah lakunya yang
salah satunya adalah anti poligami.
Makanya tidak mengherankan jika sejak tahun 1990 berdasarkan sk. No. Kep. 188.44/1067/ro/
bklh tanggal 24 pebruari 1990, burung maleo ditetapkan sebagai satwa maskot provinsi sulawesi tengah.
Burung maleo memiliki bulu berwarna hitam,kulit sekitar mata berwarna kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh jingga dan bulu sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Di atas kepalanya terdapat tanduk atau jambul keras berwarna hitam. Jantan dan betina serupa. Biasanya betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding burung jantan.
Populasi terbanyaknya kini tinggal di Sulawesi tengah. Salah satunya adalah di cagar alam
saluki, donggala, sulawesi tengah. Di wilayah taman nasional lore lindu ini, populasinya di taksir tinggal 320 ekor. Karena populasinya yang kian sedikit, burung unik dan langka ini dilindungi dari kepunahan. maleo dikategorikan sebagai terancam punah di dalam iucn red list. Spesies ini idaftarkan dalam cites appendix i.
Populasi maleo terancam oleh para pencuri telur dan pembuka lahan yang mengancam habitatnya. Belum lagi musuh alami yang memangsa telur maleo, yakni babi hutan dan
biawak. Habitatnya yang khas juga mempercepat kepunahan. Maleo hanya bisa hidup di dekat pantai berpasir panas atau di pegununungan yang memiliki sumber mata air panas atau kondisi geothermal tertentu. Sebab di daerah dengan sumber panas bumi itu, maleo mengubur telurnya dalam pasir.
4. Bekantan
Bekantan atau biasa disebut Monyet Belanda merupakan satwa endemik Pulau Kalimantan (Indonesia, Brunei, dan Malaysia). Bekantan merupakan sejenis kera yang mempunyai ciri khas hidung yang panjang dan besar dengan rambut berwarna coklat kemerahan. Dalam bahasa ilmiah, Bekantan disebut Nasalis larvatus.
Bekantan dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Nasalis larvatus, sedang dalam bahasa inggris disebut Long-Nosed Monkey atau Proboscis Monkey. Di negara-negara lain disebut dengan beberapa nama seperti Kera Bekantan (Malaysia), Bangkatan (Brunei), Neusaap (Belanda). Masyarakat Kalimantan sendiri memberikan beberapa nama pada spesies kera berhidung panjang ini seperti Kera Belanda, Pika, Bahara Bentangan, Raseng dan Kahau.
Bekantan yang merupakan satu dari dua spesies anggota Genus Nasalis ini ebenarnya terdiri atas dua subspesies yaitu Nasalis larvatus larvatus dan Nasalis larvatus orientalis. Nasalis larvatus larvatus terdapat dihampir seluruh bagian pulau Kalimantan
1. Harimau Jawa
Harimau Jawa atau Java Tiger (Panthera tigris sondaica) adalah jenis harimau yang hidup di pulau Jawa. Harimau ini dinyatakan punah pada tahun 1980-an, akibat perburuan dan perkembangan lahan pertanian yang mengurangi habitat binatang ini secara drastis. Walaupun begitu, ada juga kemungkinan kepunahan ini terjadi di sekitar tahun 1950-anketika diperkirakan
hanya tinggal 25 ekor jenis harimau ini di habitatnya. Terakhir kali ada sinyalemen keberadaan Harimau Jawa ialah di tahun 1972. Di tahun 1979, ada tanda-tanda bahwa tinggal 3 ekor harimau hidup di pulau Jawa. Walaupun begitu, ada kemungkinan kecil binatang ini belum punah. Di tahun 1990-an ada beberapa laporan tentang keberadaan hewan ini, walaupun hal ini tidak bisa diverifikasi.
Harimau Jawa berukuran kecil dibandingkan jenis- jenis harimau lain. Harimau jantan mempunyai berat 100-141 kg dan panjangnya kira-kira 2.43 meter. Betina berbobot lebih ringan, yaitu 75-115 kg dan sedikit lebih pendek dari jenis jantan.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Mamalia. Ordo: Carnivora. Famili: Felidae. Genus: Panthera. Spesies: Panthera tigris. Upaspesies: Panthera tigris sondaica. Nama trinomial: Panthera tigris sondaica. (Temminck, 1844)
2. Harimau Bali
Harimau Bali (Panthera tigris balica) adalah subspesies harimau yang sudah punah dan pernah mendiami pulau Bali, Indonesia.Harimau ini adalah salah satu dari tiga sub-spesies harimau di Indonesia bersama dengan harimau Jawa (juga telah punah) dan harimau Sumatera (spesies terancam).
Harimau ini adalah harimau terkecil dari ketiga sub-spesies; harimau terakhir ditembak pada tahun 1925, dan sub-spesies ini dinyatakan punah pada tanggal 27 September 1937. Sub-spesies ini punah karena kehilangan habitat dan perburuan.
Sangat disayangkan sekali hewan langka seperti diatas masih diburu oleh manusia ,dan khirnya punah juga :).
1. Pesut Mahakam
Pesut Mahakam (Latin:Orcaella brevirostris) adalah sejenis hewan mamalia yang sering disebut lumba-lumba air tawar yang hampir punah karena berdasarkan data tahun 2007, Pesut Mahakam tinggal 50 ekor saja dan menempati urutan tertinggi satwa Indonesia yang terancam punah.
Tidak seperti mamalia air lain yakni lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut, Pesut Mahakam hidup di sungai-sungai daerah tropis. Populasi satwa langka yang dilindungi Undang-Undang ini hanya terdapat pada tiga lokasi di dunia yakni Sungai Mahakam, Sungai Mekong, dan Sungai Irawady. Namun, diberitakan bahwa pesut di Mekong dan Sungai Irrawaddy sudah punah.
Dahulu pesut pernah ditemukan di banyak muara-muara sungai di Kalimantan, tetapi sekarang pesut menjadi satwa langka. Kecuali di sungai Mahakam, di tempat ini habitat Pesut Mahakam dapat ditemukan ratusan kilometer dari lautan yakni di wilayah kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Habitat hewan pemangsa ikan dan udang air tawar ini dapat dijumpai di perairan Sungai Mahakam, Danau Jempang (15.000 Ha), Danau Semayang (13.000 Ha) dan Danau Melintang (11.000Ha). Pesut mempunyai kepala berbentuk bulat (seperti umbi) dengan kedua matanya yang kecil (mungkin merupakan adaptasi terhadap air yang berlumpur).
Tubuh Pesut berwarna abu-abu sampai wulung tua, lebih pucat dibagian bawah - tidak ada pola khas. Sirip punggung kecil dan membundar di belakang pertengahan punggung. Dahi tinggi dan membundar; tidak ada paruh. Sirip dada lebar membundar. Pesut bergerak dalam kawanan kecil. Walaupun pandangannya tidak begitu tajam dan kenyataan bahwa pesut hidup dalam air yang mengandung lumpur, namun pesut merupakan 'pakar' dalam mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan. Barangkali mereka menggunakan ultrasonik untuk melakukan lokasi gema seperti yang dilakukan oleh kerabatnya di laut.
Populasi hewan ini terus menyusut akibat habitatnya terganggu, terutama makin sibuknya lalu-lintas perairan Sungai Mahakam, serta tingginya tingkat erosi dan pendangkalan sungai akibat pengelolaan hutan di sekitarnya. Kelestarian Pesut Mahakam juga diperkirakan terancam akibat terbatasnya bahan makanan berupa udang dan ikan, karena harus bersaing dengan para nelayan di sepanjang Sungai Mahakam.
2. Mentok Rimba
Mentok Rimba atau dalam bahasa ilmiahnya Cairina scutulata bisa dikatakan sebagai jenis
bebek paling langka di dunia. Populasinya di seluruh dunia sangat langka, diperkirakan
hanya tersisa sekitar 1000 ekor. Sekitar 150 ekor terdapat di Taman Nasional Way Kambas, salah satu habitat Mentok Hutan yang tersisa di Indonesia.
Mentok Rimba dikenal juga sebagai Mentok Hutan, Serati, Bebek Hutan atau Angsa Hutan
dan dalam bahasa inggris dikenal sebagai White-winged Wood Duck. Spesies ini
termasuk salah satu burung air dari suku Anatidae (bebek).
Mentok Rimba (Cairina scutulata) nyaris mirip dengan spesies Bebek Manila (Cairina
moschata) yang sering dipelihara. Mentok berukuran besar antara 66-75 cm. Bentuknya
hampir menyerupai bebek. Warna bulunya gelap dan kepala serta lehernya keputih- putihan. Penutup sayap kecil putih, penutup sayap tengah dan spekulum abu-abu biru.
Mentok Rimba berhabitat di lahan basah yang dekat dengan rawa-rawa. Burung jenis ini
suka sekali bersembunyi di siang hari dan pada malam hari mereka juga dapat aktif mencari makan sendiri, berpasangan, maupun berkelompok 6-8 ekor.
Karena hidupnya di lahan basah (air), maka pembangunan listrik tenaga air dan polusi
manusia menjadi ancaman terbesar bagi mereka. Selain itu, penurunan polulasinya juga diakibatkan oleh kerusakan, degradasi, dan gangguan habitatnya termasuk kehilangan koridor hutan di tepi sungai.
Polulasinya yang tinggal sedikit ini sangat beresiko terhadap kepunahan.
Habitat Mentok Rimba tersisa di Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, Myanmar, Indonesia,
India, dan Bangladesh dengan jumlah populasi tidak mencapai 1000 ekor. Di Indonesia,
semula Mentok Rimba ini dapat dijumpai di Jawa dan Sumatera, namun kini bebek jenis ini telah punah di Jawa. Sedangkan di Sumatera diperkirakan hanya bertahan di Taman Nasional Way Kambas dengan populasi sekitar 150 ekor.
Jumlah populasi dan penyebarannya menjadikan IUCN Redlist memasukkan Mentok Rimba dalam kategori Endangered (EN / Genting) yang berarti terancam kepunahan . Status ini sama persis seperti yang disandang oleh Burung Maleo.
3. Burung Maleo
burung maleo yang dalam nama ilmiahnya macrocephalon maleo adalah sejenis burung
yang berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55cm. Burung maleo adalah satwa endemik sulawesi, artinya hanya bias ditemukan hidup dan berkembang di pulau sulawesi, indonesia. Selain langka, burung ini ternyata unik karena anti poligami. Selain sebagai satwa endemik burung maleo (macrocephalon maleo) ini yang mulai langka dan dilindungi ini juga merupakan burung yang unik. Keunikannya mulai dari struktur tubuh, habitat, hingga tingkah lakunya yang
salah satunya adalah anti poligami.
Makanya tidak mengherankan jika sejak tahun 1990 berdasarkan sk. No. Kep. 188.44/1067/ro/
bklh tanggal 24 pebruari 1990, burung maleo ditetapkan sebagai satwa maskot provinsi sulawesi tengah.
Burung maleo memiliki bulu berwarna hitam,kulit sekitar mata berwarna kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh jingga dan bulu sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Di atas kepalanya terdapat tanduk atau jambul keras berwarna hitam. Jantan dan betina serupa. Biasanya betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding burung jantan.
Populasi terbanyaknya kini tinggal di Sulawesi tengah. Salah satunya adalah di cagar alam
saluki, donggala, sulawesi tengah. Di wilayah taman nasional lore lindu ini, populasinya di taksir tinggal 320 ekor. Karena populasinya yang kian sedikit, burung unik dan langka ini dilindungi dari kepunahan. maleo dikategorikan sebagai terancam punah di dalam iucn red list. Spesies ini idaftarkan dalam cites appendix i.
Populasi maleo terancam oleh para pencuri telur dan pembuka lahan yang mengancam habitatnya. Belum lagi musuh alami yang memangsa telur maleo, yakni babi hutan dan
biawak. Habitatnya yang khas juga mempercepat kepunahan. Maleo hanya bisa hidup di dekat pantai berpasir panas atau di pegununungan yang memiliki sumber mata air panas atau kondisi geothermal tertentu. Sebab di daerah dengan sumber panas bumi itu, maleo mengubur telurnya dalam pasir.
4. Bekantan
Bekantan atau biasa disebut Monyet Belanda merupakan satwa endemik Pulau Kalimantan (Indonesia, Brunei, dan Malaysia). Bekantan merupakan sejenis kera yang mempunyai ciri khas hidung yang panjang dan besar dengan rambut berwarna coklat kemerahan. Dalam bahasa ilmiah, Bekantan disebut Nasalis larvatus.
Bekantan dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Nasalis larvatus, sedang dalam bahasa inggris disebut Long-Nosed Monkey atau Proboscis Monkey. Di negara-negara lain disebut dengan beberapa nama seperti Kera Bekantan (Malaysia), Bangkatan (Brunei), Neusaap (Belanda). Masyarakat Kalimantan sendiri memberikan beberapa nama pada spesies kera berhidung panjang ini seperti Kera Belanda, Pika, Bahara Bentangan, Raseng dan Kahau.
Bekantan yang merupakan satu dari dua spesies anggota Genus Nasalis ini ebenarnya terdiri atas dua subspesies yaitu Nasalis larvatus larvatus dan Nasalis larvatus orientalis. Nasalis larvatus larvatus terdapat dihampir seluruh bagian pulau Kalimantan
0 comments:
Posting Komentar